Hotel Jakarta Merugi? PHRI Minta Pemerintah Bertindak!

Admin

28/05/2025

3
Min Read

On This Post

“`html

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DK Jakarta menyampaikan kekhawatiran mendalam mengenai kondisi industri hotel dan restoran di ibu kota, yang menunjukkan tren penurunan yang mengkhawatirkan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Badan Pimpinan Daerah PHRI DK Jakarta pada April 2025, terungkap bahwa 96,7% hotel melaporkan adanya penurunan signifikan dalam tingkat hunian.

Penurunan ini terutama dipicu oleh penurunan pada segmen pemerintahan. Ketua BPD PHRI DK Jakarta, Sutrisno Iwantono, menjelaskan bahwa biasanya, tingkat okupansi dari sektor pemerintah berkontribusi sebesar 20%-45% terhadap pendapatan hotel.

"Jadi, jika okupansi tersebut menurun, misalnya sebesar 50%, maka akan terjadi penurunan sekitar 20%. Ini menunjukkan betapa pentingnya kontribusi dari segmen pemerintah dalam menghasilkan pendapatan bagi hotel," ujarnya dalam konferensi pers virtual yang diadakan pada Senin (26/5/2025).

Meroketnya penurunan tingkat hunian ini mengakibatkan penurunan pendapatan yang drastis dan berpotensi menyebabkan kebangkrutan bagi sejumlah hotel. Indikasi dari kondisi ini adalah banyaknya hotel di Jakarta yang saat ini ditawarkan untuk dijual.

"Meskipun belum ada laporan resmi mengenai hotel yang tutup, kita dapat melihat dari data yang tersedia di platform seperti OLX bahwa jumlah hotel yang dijual sangat banyak. Penjualan hotel ini mengindikasikan kesulitan dalam pengelolaan. Anda dapat memeriksa sendiri angka penjualan hotel di OLX hari ini," jelasnya.

Menyikapi kondisi yang memprihatinkan ini, Sutrisno memprediksi bahwa pengusaha hotel kemungkinan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dapat mencapai 10% hingga 30% dari total karyawan. Para pekerja menjadi pihak yang paling rentan terkena dampak dari ketidakstabilan yang melanda industri perhotelan.

"Pengusaha hotel melakukan efisiensi di berbagai lini operasional. Dalam konteks efisiensi, komponen biaya terbesar adalah tenaga kerja. Oleh karena itu, diharapkan efisiensi tidak berujung pada PHK. Namun, jika PHK terpaksa dilakukan, angkanya diperkirakan dapat mencapai 10% hingga 30% dari jumlah karyawan yang ada," tuturnya.

Guna mempertahankan kelangsungan bisnis, Dewan Pakar PHRI Jakarta, Singgih, mengakui bahwa hotel berbintang saat ini terpaksa menurunkan harga sewa kamar. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengejar tingkat hunian yang terus menyusut.

"Kita dapat mengamati bahwa tingkat pengeluaran di restoran dan hotel yang ramai cenderung menurun. Akibatnya, hotel bintang 5 dan bintang 4 menurunkan harga untuk meningkatkan volume," jelasnya.

Namun, penurunan harga ini bukanlah solusi yang mudah, karena hotel-hotel berbintang juga akan bersaing ketat dengan hotel-hotel yang lebih kecil. Selain itu, penurunan harga tidak serta merta menjamin peningkatan keuntungan.

"Upaya mengejar volume ini mendorong persaingan antara hotel berbintang dan hotel yang lebih kecil untuk menarik konsumen. Pada kenyataannya, tingkat pengeluaran secara keseluruhan tidak mengalami peningkatan," tambahnya.

Selain upaya efisiensi yang dilakukan oleh pelaku industri, buruknya kondisi perhotelan juga diperparah oleh beban biaya operasional yang semakin meningkat. Saat ini, tarif air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mengalami kenaikan hingga 71%, sementara harga gas juga melonjak sebesar 20%. Beban ini semakin berat dengan adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahunan yang tercatat meningkat hingga 9% pada tahun ini.

PHRI Jakarta mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna mengatasi krisis ini. Beberapa usulan yang diajukan meliputi: pertama, pelonggaran kebijakan anggaran pemerintah untuk perjalanan dinas dan kegiatan rapat.

Kedua, peningkatan promosi pariwisata yang lebih terarah dan berkelanjutan. Ketiga, penertiban akomodasi ilegal yang merusak pasar dan tidak memiliki izin resmi.

Keempat, peninjauan kembali terhadap kebijakan tarif air, harga gas industri, dan UMP sektoral. Kelima, penyederhanaan proses perizinan dan sertifikasi, termasuk mengintegrasikan sistem antarinstansi agar lebih efisien dan transparan.

“`